Jumat, April 8

Cerita Mengenai Kitab Wahyu


Mimpi ini adalah mimpi yang paling saya ingat. Di malam itu saya bermimpi bahwa saya sedang berada dalam sebuah istana yang bersalutkan emas. Istana yang besar dan begitu megah. Banyak sekali ruangan-ruangan di dalamnya yang nampak seperti kamar-kamar. Di istana tersebut terdapat beragam manusia dari segala jenis suku bangsa dan bahasa. Saya dapat bercakap-cakap dengan beberapa orang dari mereka dengan bahasa mereka, sekalipun dalam dunia nyata saya belum pernah mempelajari bahasa-bahasa tersebut.
Selanjutnya saya melihat ada seorang Raja yang rupanya seperti Lanjut Usia yang berjubah merah dan berambut putih panjang dan jalannya berwibawa. Ia didampingi oleh seorang pria yang perawakannya tinggi dan seperti bina raga. Ia mendampingi Raja tersebut dengan berjalan di belakangnya. Raja itu beserta pengawalnya berjalan memasuki suatu ruangan. Saya berpikir bahwa itu adalah ruangan khusus milik Raja.
Lalu saya mendengar semua orang diberi perintah untuk memasuki ruangan sesuai kelompoknya. Saya saat itu tidak tahu di mana saya seharusnya berada. Maka saya masuk ke salah satu ruangan bersama sekelompok orang tak pernah saya kenal sebelumnya. Orang-orang tidak berkumpul sesuai dengan bangsa maupun yang sama bahasanya. Mereka bercampur begitu saja, seperti mereka memang telah ditentukan untuk berkelompok seperti itu. Jumlah orang-orang dalam tiap ruangan berbeda-beda. Ada yang banyak (kira-kira jumlahnya ratusan orang) dan ada pula yang sedikit. Saya menuju ke kelompok yang berjumlah kira-kira 15 orang saja (Tentunya dengan bangsa dan bahasa yang berbeda).
Selelah itu, sebagian orang dimateraikan dengan materai emas di dahi mereka. Saya juga termasuk orang yang dimateraikan. Materai tersebut berwarna murni seperti warna emas. Seorang malaikat yang bersayap adalah malaikat yang memateraikan kami. Ia memegang sebuah sangkakala di tangannya. Malaikat itu putih murni pakaiannya, dan ia berada di depan kami dengan terbang di atas kami. Cahaya yang tepancar saat malaikat itu memateraikan kami adalah cahaya pelangi yang indah dengan dominan warna kuning dan putih yang menuju ke dahi kami membentuk sebuah tanda yang tak pernah dapat kami ketahui. Saat kami di materaikan, ada yang menadahkan tangan ke atas, ada yang membentuk sikap berdoa. Mata kami hanya menuju kepada Tuhan Yesus semata dengan perasaan sukacita, damai sejahtera, kasih yang melingkupi kami, dan perasaan terharu sehingga sebagian dari kami dapat mengeluarkan air mata.
Penglihatan yang terlihat agak membingungkan ini dengan sekejap mata beralih pada situasi yang mengerikan. Ada yang berseru, tapi saya tidak melihat adanya sosok yang berseru. Saya hanya mendengar suaranya yang mengatakan dengan tegas, Sudah tiba saatnya penuaian besar. Panenlah dengan sabitmu!”
Saya melihat orang-orang yang telah meninggal bangkit dari tanah dan berjalan. Sebagian orang yang nampaknya berpakaian seperti pada saat musim panen mulai menyabit tumbuhan yang nampaknya seperti gandum atau padi yang sudah menguning dan tinggi. Sebagian membawa sabitnya untuk memenggal kepala manusia tanpa memlih siapa pun dan dengan kejam mereka mulai memarang setiap manusia yang dilihatnya.
Saya berlari ketsayatan dengan detak jantung yang kecepatan per detiknya sangat tinggi. Saya mulai mau menangis. Saya mencoba mencari tempat persembunyian, lalu pada akhirnya saya berlari mendekati sebuah ruangan terbuka yang bentuknya sepeti alun-alun. Saya melihat ada yang mengajar ajaran baru yang sesat.
Pengikut guru tersebut adalah orang-orang dewasa. Lalu saya cermati dalam jarak yang cukup dekat, yaitu di depan pintu ruangan tersebut yang telah terbuka. Guru tersebut memegang sebuah kitab tebal. Lalu, begitu mengejutkan! Ternyata muka guru tersebut nampaknya seperti orang yang telah lama meninggal. Mukanya pucat pasi. Namun muka orang-orang yang menjadi pengikutnya biasa-biasa saja.
Saya lari tekejut, lalu saya melangkahkan kaki saya menuju kumpulan gandum atau padi yang tinggi. Jantung saya semakin tak terkendali. Saya menangis dan mulai memanjatkan doa saya kepada Tuhan Yesus Kristus. Saya memohon padaNya untuk segera menghentikan ini. Saya tidak tahan lagi. Dalam beberapa detik kemudian, saya merasa adanya seseorang di belakang saya. Itu benar. Saya melihat orang yang memegang sebilah sabit yang besar dan ia bersiap untuk membunuh saya. Namun puji syukur, sebelum ia melsayakannya saya telah terbangun.
Sewaktu saya terbangun, saya menangis dan langsung membangunkan ibu saya dan ia menghiburkan saya.